Senin, 18 Maret 2013

Cinta Yang Kurang Seimbang.

Apa maksudnya? Semenjak Adam jatuh manusia memang tetap saling mencintai, akan jarang sekali ditemukan bahwa pria mencintai wanita tepat sama seimbang dengan wanita mencintai pria. Ada keluarga yang suaminya begitu mencintai istrinya, tetapi istrinya seolah-olah kurang mencintai suaminya, dan juga sebaliknya. Sehingga cinta itu menjadi tidak seimbang, dan juga sebaliknya. Sehingga cinta itu menjadi tidak seimbang. Dalam hal ini dipikirkan "untuk menyeimbangkan, karena cinta yang kurang seimbang mengakibatkan ada satu pihak yang ketakutan kehilangan pihak yang lain. Ini merupakan hal yang sangat praktis dan sederhana, tetapi sering terjadi, sehingga kalau pria yang begitu menginginkan seorang wanita, meskipun ia sudah sudah memperolehnya, ia selalu ketakutan kalau wanita itu akan hilang daripadanya. Apa sebabnya? karena dia tahu bahwa cintanya lebih daripada cinta wanita itu kepadanya. Ini cinta yang kurang seimbang.

Kita perlu menyerahkan kepada Tuhan dengan prinsip yang sama-sama saling menghormati bahwa cinta itu sebenarnya bersumber hanya dari satu saja. sehingga kalau kita terlalu kuatir, kita tidak mungkin memiliki hidup yang berbahagia.

Kadang-kadang pada saat kita mendapatkan cinta dari pihak lain, kita mulai melakukan kompensasi dengan cinta yang kita terima dari anak-anak. itu sebab ada suami yang merasa bahwa sebelum mempunyai anak istrinya memperhatikan dia, tetapi setelah ada anak, tidak memperhatikan dia lagi, Suami akan merasa sebagai orang asing didalam rumahnya. Demikian juga sebaliknya. Hal-hal seperti ini, sekalipun kecil, adalah fakta. Kita hidup didalam dunia harus menghadapi fakta. maka, saya harap Anda mengerti bahwa pasanganmu memerlukan waktu khusus untuk satu kenikmatan yang pribadi. Kalau tidak ada waktu lagi untuk berbulan madu seperti dulu, paling sedikit mau saling meluangkan waktu untuk pasangan kita, dimana anak-anakpun pada waktu itu tidak boleh ikut campur dan masuk dalam kehidupan pribadi itu.

(diambil dari buku "Keluarga Bahagia" - Pdt. Dr. Stephen Tong.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar