Rabu, 29 Mei 2013

Prihatin terhadap Jiwa-jiwa yang belum Diselamatkan (2)

Justru jika tidak mempunyai kesedihan semacam demikian, kerohanian kita tidak pernah maju. Orang-orang yang dekat dengan kita tidak akan mendapatkan faedah apapun. Untuk apa Saudara marah? Untuk apa Saudara menangis? Kita hanya menangis karena kurang cantik atau cepat menjadi tua. Kita menangis karena tidak ada uang. Kita sedih karena diejek orang lain.

Tangisan dan kesedihan semacam itu tidak pernah dialirkan oleh Yesus Kristus. Jesus never cry for himself. Yesus tak pernah menangisi keadaan diriNya yang susah. Paulus pun tidak. Nabi Yeremia disebut sebagai nabi yang penuh dengan air mata, namun tidak ada satu tetes air matanya yang dialirkan bagi dirinya sendiri. Yeremia mengalirkan air mata melihat bangsanya yang tidak mengenal Tuhan. Dia mengalirkan air mata melihat orang-orang berdosa melawan hukum-hukum Tuhan. Yeremia menangisi orang lain. Demikian pula Yesus Kristus. Saya berharap Saudara juga demikian.

(diambil dari buku "Mengetahui Kehendak Allah" - Pdt. Dr. Stephen Tong)

Prihatin terhadap Jiwa-jiwa yang belum Diselamatkan (1)

Kemanakah jiwa-jiwa manusia akan pergi? Jiwa-jiwa itu menuju sorga atau neraka? Menuju kepada bahagia yang kekal atau menuju kepada kegagalan yang tidak mungkin diperbaiki lagi? Pada waktu kita melihat bangsa kita yang masih berada didalam dosa, apakah Saudara tidak  mempunyai suatu perasaan prihatin kepada mereka? Paulus menulis. "Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani." (Roma 9:1-3)

Jikalau kita boleh diselamatkan, maka meskipun Paulus harus terpisah dari Kristus, ia rela. Paulus rela menerima kutukan. Paulus rela masuk neraka jika dengan jalan itu ia bisa menjadikan orang-orang yang dikasihinya menjadi orang Kristen yang masuk ke dalam sorga. Paulus rela dipisahkan dari Kristus. Paulus rela dikutuk kalau itu mengakibatkan orang lain diselamatkan. Inilah satu dukacita yang luar biasa. Inilah satu kesedihan yang amat berharga.

(diambil dari buku "Mengetahui Kehendak Allah" - Pdt. Dr. Stephen Tong)

Selasa, 28 Mei 2013

Kecenderungan Untuk Tidak Bijak Dalam Memilih Teman

 Dalam kitab Amsal ada sejumlah besar tema tentang persahabatan dan pengaruh orang lain terhadap kita dan tingkah laku kita Remaja sering kali naif dan tidak bijak terhadap memilih teman. Kitab Amsal mengatakan lebih jauh lagi, yaitu berjalanlah dari sisi yang lain! Persahabatan itu sangat penting. Seseorang dikenal melalui teman-teman yang dia miliki. Tidak mungkin seseorang tidak dipengaruhi oleh teman-temanya. Namun remaja umumnya mengangap mereka tidak akan terpengaruh dan akan merespons kekhawatiran kita dengan, ”Aku bisa menjaga diri”

Kita harus melakukan pendekatan dengan kepekaan dan kasih yang penuh kesabaran dalam percakapan seperti ini. Remaja cenderung menjadi sensitif dan protektif ketika pada diskusi tentang teman-teman mereka. Seolah-olah peraturan operasionalnya adalah ”Menolak teman-temanku berarti menolak aku.” Sebagai orangtua kita harus berhati-hati dalam cara kita dalam melakukan percakapan semacam ini. Jangan melemparkan ejekan dan pembunuhan karakter. Tujuan Anda haruslah membawa anak remaja Anda keluar dari emosi dan komitmen hubungan itu agar mendapatkan kesempatan untuk melihatnya secara teliti, jujur, dan alkitabiah. Mereka tidak akan melakukan ini tanpa pertolongan anda. Tetapi memang benar bahwa mereka tidak akan melakukanya apabila Anda, dalam ketakutan Anda, telah secara emosional merendahkan hubungan yang berharga bagi mereka.

(Diambil dari buku ”Masa Penuh Kesempatan”-Paul David Tripp)




Arah Hidup Untuk Mencari Allah

Kalau manusia dicipta bagi Allah, maka arah hidup kita harus menuju ke atas, bukan ke bawah. Barangsiapa yang memuaskan hidupnya hanya  kepada sesuatu yang dari bawah, maka dia akan merasa kosong, dahaga dan lapar untuk selama-lamanya. Barangsiapa yang berusaha hidup memuaskan diri dari yang atas dia akan mendapatkan kepuasan yang sejati, Alkitab berkata: bukalah mulutmu besar-besar, Aku akan mengisinya.” dan ”Berbahagialah mereka yang dahaga dan lapar akan kebenaran, karena mereka akan dikenyangkan.” Disini Alkitab dengan jelas mengajak kita untuk mengarahkan hidup secara terbuka kepada pencipta kita.

Dua ribu tiga ratus tahun yang lalu, Plato pernah mengajar dalam filsafatnya bahwa sebagaimana burung-burung kecil membuka mulutnya untuk menunggu makanan dan sesudah mereka besar mereka mencari makanan adalah sesuatu hal yang alamiah, demikian pula manusia membuka mulut berseru kepada Tuhan dan mencari Allah, juga merupakan sesuatu hal yang wajar secara spritual.


(diambil dari buku ”Mengetahui Kehendak Allah” – Pdt. Dr. Stephen Tong)

Pemberontakan Remaja (2)

Pada saat yang sama, pergumulan antara pemberontakan dan ketaatan ini menjadi konteks yang didalamnya serangkaian isu-isu yang kritis dari Alkitab dapat dibahas, diterapkan dan ditanamkan. Kebenaran-kebenaran alkitabiah yang berhubungan dengan otoritas, menabur dan menuai, natur dari kebenaran dan kesalahan, hikmat dan kebodohan, hukum dan anugerah, pengakuan, pertobatan, pengampunan, dan natur serta fungsi dari hati semuanya terbuka lebar di tengah momen-momen krusial dari ketaatan dan pemberontakan. Orangtuan yang matanya tertuju kepada kesempatan akan menemukan banyak sekali pintu yang terbuka untuk membahas isu-isu tentang iman yang alkitabiah di dalam kehidupan anak-anak remaja.

(Diambil dari buku "Masa Penuh Kesempatan" - Paul David Tripp)

Pemberontakan Remaja (1)

Cerita-cerita tentang pemberontakan yang terang-terangan dan kasar merupakan salah satu alasan yang membuat para orang tua takut terhadap masa remaja dan anak-anak mereka. Pikirkan bahwa anak yang tadinya begitu manis akan berubah menjadi pemimpin kelompok anak-anak nakal yang melakukan tindak kekerasan adalah mimpi terburuk setiap orang tua. Kita harus mengevaluasi kembali pemikiran bahwa pemberontakan anak-anak remaja akan terjadi secara otomatis. Pada saat yang sama, kita juga harus menyadari bahwa inilah usia ketika anak ingin mendobrak batasan-batasan, ketika pencobaan begitu banyak, dan ketika hubungan antar remaja tidak selalu mendorong munculnya tingkah laku yang benar.

Ada keinginan-keinginan yang telah menyebabkan seorang remaja begitu rentan terhadap pencobaan untuk memberontak: yaitu keinginan untuk menjadi individu dan berpikir bagi dirinya sendiri, keinginan untuk bebas, keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru, keinginan untuk mencoba batasan-batasan yang ditentukan, keinginan untuk memegang kendali, keinginan untuk membuat keputusan sendiri, keinginan untuk menjadi berbeda, keinginan untuk menyesuaikan diri, dan keinginan untuk diterima.

(diambil dari buku "Masa Penuh Kesempatan" - Paul David Trip)