Selasa, 10 Maret 2015

Karier dan Keluarga

                Kebanyakan pria akan lebih menitikberatkan pada karier, sedangkan kebanyakan wanita lebih menitikberatkan pada keluarga. Itu merupakan adalah hal yang perlu sekali dan tidak dapat dipersalahkan, karena karier adalah suatu pondasi dan hal yang penting bagi ekonomi keluarga, sehingga perlu ada orang yang menggarap dengan baik-baik. Tetapi wanita lebih menitikberatkan pada keluarga. Ini tidak kalah penting. Seorang pria tidak dapat menganggap wanita lebih enak karena tidak usah pergi bekerja, tetapi hanya mengurus keluarga. Di zaman modern ini banyak wanita yang juga menerjunkan diri dalam karier. Itu memang baik, tetapi tidak boleh mengorbankan kebahagiaan keluarga. Saya menasihatkan: Jika suami-istri, keduanya sibuk bekerja sehingga keluarga berantakan, dan anak-anak tidak terurus, sehingga pendidikan etika mereka berantakan, ini adalah suatu kerugian besar, bukan keuntungan besar, meskipun kelihatan timbunan uang semakin banyak, sebenarnya Saudara sedang membuat suatu kecelakaan besar untuk membunuh keluarga Saudara sendiri.


(Pdt. Dr. Stephen Tong: Keluarga Bahagia)

Bagi Yang Tidak Menikah

                Bagaimana dengan mereka yang tidak menikah atau tidak mempunyai kesempatan tidak menikah, bagaimana mungkin mencapai hidup sempurna?
                Saudara yang tidak menikah karena pilihan sendiri ataupun karena pengaturan Tuhan atau belum ada kesempatan untuk menikah karena waktu Tuhan belum sampai, jangan sekali-kali kau menjadi minder, karena kasih bisa disalurkan dengan lebih agung tanpa melalui pernikahan. Karena kasih bisa disalurkan kepada bidang-bidang lain yang lebih luas. Sekali lagi saya menegaskan jangan kita menganggap yang tidak menikah ketinggalan dan sebagainya. Banyak dari orang yang tidak menikah telah memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam sejarah umat manusia dan bisa mencapai kesempurnaan hidup dengan keseimbangan hidup yang dijalin melalui pengertian kasih yang dibagikan lebih luas kepada orang lain di luar pernikahan. Tetapi ini harus dibatasi, jangan memperadukan kasih dan seks menjadi satu. Karena Allah menciptakan manusia dengan sifat mutual, mengasihi dan dikasihi. Kesimbangannya menjadikan manusia mencapai satu kepuasaan, kesempurnaan dari okmun yang bersifat kasih.


(Pdt. Dr. Stephen Tong; Keluarga Bahagia)

Minggu, 08 Maret 2015

Menikah Bukan Karena Memerlukan Seks (2)

Karena ia mempunyai cinta yang sejati baru ia mengendalikan akan nafsunya. Orang yang sedemikian adalah orang yang lebih berbahagia. Tetapi Plato berkata bahwa itu masih kurang. Orang yang lebih berbahagia lagi adalah orang yang menguasai hati, baru otak dan hati mengusai pinggang. Berarti dengan rasio kita mengerti kebenaran, lalu kebenaran itu mengusai emosi, sehingga emosi itu tidak meluap, baru emosi itu menguasai seks. Seks dikuasai oleh cinta, dan cinta itu dikuasai oleh kebenaran. Bukankah ini merupaka suatu kebahagiaan? Tetapi saya berkata kepada Saudara, bahwa ini masih merupakan pikiran dunia, tetapi pikiran Kristen lebih tinggi lagi. Kalau kita tanya Plato, pinggang dikuasai oleh hati dan hati dikuasai oleh otak, maka otak, dikuasai siapa? Mereka berhenti dan tidak ada jawaban. Tetapi bagi orang Kristen, otak dikuasai oleh Firman. Firman, Rasio, Emosi, dan Hidup Seks. Disinilah letak dasar mendirikan dan membentuk yang sukses.


(Pdt. Dr. Stephen Tong: Keluarga Bahagia)

Menikah Bukan Karena Memerlukan Seks

                Karena saya sudah matang, bukan sekedar umur, tetapi seks memaksa saya untuk menikah. Tidak. Itu merupakan pernikahan yang rendah, yang tidak bertanggung jawab, dan yang bahaya sekali. Orang Yunani mengatakan “Mengapa otak di atas hati, dan hati di atas pinggang?” Bagi Plato, otak,hati, dan pinggang, merupakan tiga tempat yang urutannya mempunyai arti yang sangat besar sekali. Penggang adalah tempat seks, hati adalah tempat emosi, dan otak adalah tempat rasio. Allah sudah mengatur sedemikian rupa biar pinggang dikuasai oleh hati, dan hati dikuasai otak. Maksudnya, orang yang paling rendah adalah orang yang pinggangnya mengatur hidupnya, orang yang paling rendah, paling hina dan tidak mengerti tentang keluarga. Kelompok kedua yang lebih tinggi ialah apabila cinta menguasai seks.

(Pdt. Dr. Stephen Tong: Keluarga Bahagia)

Menikah Bukan Karena Sudah Terlanjur

                Menikah bukan karena sudah terlanjur, sehingga “diperintah oleh bayi di perut. Orang Tionghoa kalau menikah selalu menulis di dalam iklan atau pengumuman di surat kabar: “Demi perintah orang tua, kami akan menah pada tanggal...”. Tetapi itu zaman dulu. Dulu orang menikah atas perintah orang tua, tetapi orang zaman sekarang menikah atas perintah anak-anak kecil. Sudah terlanjur, akhirnya hamil. Maka sekarang anak bayi itu memerintah untuk cepat-cepat menikah, supaya tidak malu. Sudah hamil baru menikah, itu berarti demi anakku yang diperut. Berapa banyak orang yang menikah karena sudah terlanjur. Pernikahan tidak seharusnya didasarkan pada keadaan seperti itu.


(Pdt. Dr. Stephen Tong: Keluarga Bahagia)

Sabtu, 07 Maret 2015

Menikah Bukan Karena Papah dan Mama Perlu Cucu

                “Cepatlah menikah, saya sudah tidak tahan ingin gendong cucu.” Baru beberapa hari yang lalu seorang berkata kepada saya, bahwa ia ingin sekali anak-anaknya cepat menikah tetapi belum ada yang nikah, ia ingin sekali. Ia merasa tidak enak lihat anak orang lain sudah menikah dan anak sendiri belum menikah. Sabar! Daripada salah nikah, lebih baik menunda nikah. Bukan demi untuk melayani orang tua yang sedemikian ingin menggendong cucu, maka cepat-cepat menikah. Setiap orang yang mau menikah harus mempunyai pengertian makna nikah yang dikaitkan dengan rencana Allah, sehingga dapat menguasai emosi dan nafsunya sendiri, kalau tidak Saudara tidak berhak untuk menikah.


(Pdt. Dr. Stephen Tong: Keluarga Bahagia)

Menikah Bukan Karena Usia Sudah Sampai

                Berapa banyak orang tua berkata: “Kamu sudah umur 30 masih makan nasi disini, apa tidak malu? Cepatlah “menikah.” Ini membuat orang sulit makan nasi. Tidak! Kita menikah bukan karena umurnya sudah sampai. Kapan usia itu sampai? Ini sangat relatif. Orang Mongolia pada usia 15 tahun bisa sudah menjadi  nenek, ada yang umur 8 tahun sudah matang, dan bisa melahirkan anak. Itu di Mongolia. Jika kita menikah hanya karena usia sudah sampai, itu berarti melayani sejarah dan tidak mungkin mengubah sejarah. Manusia tidak seharusnya melayani sejarah. “Waktu mendesak saya untuk menikah, lalu saya cepat-cepat menikah”, itu sifat binatang bukan manusia.


(Pdt. Dr. Stephen Tong: Keluarga bahagia)