Selasa, 16 April 2013

Penderitaan: Akibat Dosa (2)

Ketika kita berbuat dosa, kita selalu mempunyai kemauan untuk merangkul semua orang, dan mau menghibur diri dengan berkata bahwa karena semua berdosa, maka tidak apa-apa jika saya berdosa. Tetapi setelah kita berdosa dan mendapatkan kesengsaraan serta penderitaan, maka kita langsung merasa diri begitu tersendiri . Sewaktu berdosa, kita merasa bersama-sama dengan mayoritas; tetapi, ketika menderita, kita merasa begitu tersendiri. Ini merupakan dualisme yang diciptakan oleh setan untuk mengacaukan kesadaran kerohanian manusia.

Mengapa kita berbuat dosa kita tidak merasa apa-apa? sebab kita merasa  bahwa kita hanyalah salah satu diantara begitu banyak orang yang melakukan dosa yang sama. Jika demikian, mengapa kita menderita, kita langsung merasa paling tersendiri? Pada waktu kita memakai kebebasan untuk berbuat dosa, kita tidak pernah sadar bahwa kita sebenarnya sedang membuang hak asasi manusia untuk menjalankan kebenaran; tetapi pada saat menderita, kita merasa hak asasi kita sedang direbut.

Allah tidak menjadi tidak ada hanya karena manusia pintar bicara untuk membuktikan bahwa Allah tidak ada. Allah juga tidak menjadi ada karena manusia pandai membuktikan bahwa Allah ada. Keberadaan Allah tidak diakibatkan oleh diskusi kita, tetapi merupakan penyebab kita bisa berdiskusi tentang ada tidaknya Allah. Keberadaan Allah bukan merupakan hasil argumentasi kita, tetapi merupakan dorongan kita berargumentasi, baik tentang Ia ada atau tidak ada. Maka, ateisme, teisme, maupun semua orang yang mengatakan suatu teori, sebenarnya sedang menggarap suatu fakta bahwa karena Allah ada, maka kita memikirkan apakah Ia ada ataukah tidak.

(diambil dari buku "Iman, Penderitaan dan Hak Asasi Manusia" Pdt. Dr. Stephen Tong)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar